Undang-undang

Undang-Undang No. 18 Tahun 2019 Tentang Pesantren

Undang-Undang Pesantren No. 18 Tahun 2019

UU No. 18 Tahun 2019 disusun dengan mempertimbangkan bahwa untuk menjamin penyelenggaraan pesantren dalam fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat, diperlukan pengaturan untuk memberikan rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi berdasarkan tradisi dan kekhasannya;

Istilah di UU No. 18 Tahun 2019

Di UU No. 18 Tahun menjelaskan beberapa istilah yang dipakai di UU dengan pengertian khusus, yaitu:

  1. Pondok Pesantren, Dayah, Surau, Meunasah, atau sebutan lain yang selanjutnya disebut Pesantren adalah lembaga yang berbasis masyarakat dan didirikan oleh perseorangan, yayasan, organisasi masyarakat Islam, dan/atau masyarakat yang menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt., menyemaikan akhlak mulia serta memegang teguh ajaran Islam rahmatan lil’alamin yang tercermin dari sikap rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat, dan nilai luhur bangsa Indonesia lainnya melalui pendidikan, dakwah Islam, keteladanan, dan pemberdayaan masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Pendidikan Pesantren adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh Pesantren dan berada di lingkungan Pesantren dengan mengembangkan kurikulum sesuai dengan kekhasan Pesantren dengan berbasis kitab kuning atau dirasah islamiah dengan pola pendidikan muallimin.
  3. Kitab Kuning adalah kitab keislaman berbahasa Arab atau kitab keislaman berbahasa lainnya yang menjadi rujukan tradisi keilmuan Islam di Pesantren
  4. Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin adalah kumpulan kajian tentang ilmu agama Islam yang terstruktur, sistematis, dan terorganisasi.
  5. Pendidikan Muadalah adalah Pendidikan Pesantren yang diselenggarakan pada jalur pendidikan formal dengan mengembangkan kurikulum sesuai dengan kekhasan Pesantren dengan berbasis Kitab Kuning atau Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan muallimin secara berjenjang dan terstruktur.
  6. Pendidikan Diniyah Formal adalah Pendidikan Pesantren yang diselenggarakan pada jalur pendidikan formal sesuai dengan kekhasan Pesantren yang berbasis Kitab Kuning secara berjenjang dan terstruktur.
  7. Ma’had Aly adalah Pendidikan Pesantren jenjang pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pesantren dan berada di lingkungan Pesantren dengan mengembangkan kajian keislaman sesuai dengan kekhasan Pesantren yang berbasis Kitab Kuning secara berjenjang dan terstruktur.
  8. Santri adalah peserta didik yang menempuh pendidikan dan mendalami ilmu agama Islam di Pesantren.
  9. Kiai, Tuan Guru, Anre Gurutta, Inyiak, Syekh, Ajengan, Buya, Nyai, atau sebutan lain yang selanjutnya disebut Kiai adalah seorang pendidik yang memiliki kompetensi ilmu agama Islam yang berperan sebagai figur, teladan, dan/atau pengasuh Pesantren
  10. Dewan Masyayikh adalah lembaga yang dibentuk oleh Pesantren yang bertugas melaksanakan sistem penjaminan mutu internal Pendidikan Pesantren.
  11. Majelis Masyayikh adalah lembaga mandiri dan independen sebagai perwakilan Dewan Masyayikh dalam merumuskan dan menetapkan sistem penjaminan mutu Pendidikan Pesantren.

UU No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren terdiri dari 9 bab dan 55 pasal yang disahkan pada tanggal 15 Oktober 2019 dan mulai diundangkan pada tanggal 16 Oktober 2019 dengan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 191.

Isi UU No. 18 Tahun 2019

Adapun isi dari UU No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren sebagai berikut:

Bab I. Ketentuan Umum

Bab II. Asas, Tujuan, dan Ruang Lingkup

Bab III. Pendirian dan Penyelenggaraan Pesantren

  1. Umum
  2. Pendirian
  3. Penyelenggaraan
  4. Pesantren dalam Fungsi Pendidikan
    1. Umum
    2. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Pesantren
    3. Dewan Masyayikh
    4. Majlis Masyayikh
    5. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Pesantren
  5. Pesantren dalam Fungsi Dakwah
  6. Pesantren dalam Fungsi Pemberdayaan Masyarakat

Bab IV. Pengelolaan Data dan Informasi

Bab V. Pendanaan

Sumber pendanaan Pesantren yang berasal dari hibah luar negeridiatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.

Bab VI. Kerja Sama

Kerja sama dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bab VII. Partisipasi Masyarakat

Bab VIII. Ketentuan Peralihan

Bab IX. Ketentuan Penutup

Tinggalkan Balasan